Nama : Ratih Fatmawati
NPM : 25210656
Kelas : 3EB18
Sumber:
http://books.google.co.id/books?id=krw0HDEejFMC&pg=PR8&lpg=PR8&dq=pengertian+penalaran+deduktif&source=bl&ots=lvu5eNvXeB&sig=j8EcDTnaAzxTvL-vJB36fow8Oyg&hl=id&sa=X&ei=uWBuULDFLZHKrAfw_4H4Ag&ved=0CDkQ6AEwAw#v=onepage&q=pengertian%20penalaran%20deduktif&f=false
NPM : 25210656
Kelas : 3EB18
PENALARAN
DEDUKTIF
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses
inilah yang disebut menalar.
Penalaran dapat dibedakan dengan
cara induktif dan deduktif. Disini saya akan memberikan
penjelasan tentang penalaran deduktif saja. Penalaran deduktif ialah proses
berfikir yang bertolak dari prinsip, hukum, putusan yang berlaku umum untuk
suatu hal/gejala, atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu
yang khusus yang merupakan bagian hal/gejala umum di atas.
Penalaran
Deduktif
Penalaran
deduktif bergerak dari sesuatu yang bersifat umum kepada yang khusus. Jika kita
mengetahui S, sedangkan P adalah bagian dari S, maka dapat ditarik kesimpulam
tentang P. penarikan kesimpulan dengan cara deduktif tidak menghasilkan
pengetahuan baru, karena kesimpulanya telah tersirat pada prinsipnya. Penalaran
deduktif dapat merupakan silogisme dan entimem.
1. Silogisme
Silogisme adalah cara berfikir formal,
yang jarang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, kita menemukan polanya saja,
misalnya ia dihukum karena melanggar peraturan X, sebenarnya dapat dibentuk
secara formal atau silogisme, yaitu
a. Semua
yang melanggar peraturan X akan dihukum.
b. Ia
melanggar peraturan X.
c. Ia
dihukum.
Sebuah
silogisme terdiri atas tiga term (mayor,
tengah, dan minor) dan tiga proposisi (premis mayor, premis minor, dan kesimpulan). Contoh :
a. Penjelasan
§ Prososisi 1 dan 2 merupakan premis, yaitu petnyataan dasar
untuk menarik kesimpulan pada proposisi 3.
§ Proposisi 1 merupakan premis mayor, yaitu premis yang
mengandung pernyataan dasar umum yang dianggap benar di kelsanya. Di dalamnya
terdapat term mayor (manusia pemikir) yang akan muncul pada kesimpulan sebagai
predikat.
§ Proposisi 2 merupakan permis minor yang mengemukakan
pernyataan tentang gejala khusus tang merupakan bagian kelas premis mayor. Di dalamnya
term minor (ahli filsafat) yang akan menjadi subyek dalam kesimpulan.
§ Term mayor dihubungkan oleh term tengah (cendekiawan) yang
tidak boleh diulang dalam kesinpulan. Yang memungkinkan kita menarik kesimpulan
ialah adanya term tengah.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkas sebagai beriku.
§ Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang bersifat
formal.
§ Proses penalaran dimulai dari prenis mayor, melalui premis
minor, sampai pada kesimpulan.
§ Strukturnya tetap; premis moyor, premis minor, dan
kesimpulan.
§ Premis minor berisi penyataan umum.
§ Premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang
merupakan bagian premis moyor (term
mayor).
§ Kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusu daripada
premisnya.
b. Persyaratan Silogisme.
§ Di dalam silogisme hanya mungkin terdapat tiga term.
Contoh: Semua manusia berakal budi.
Semua mahasiswa
adalah manusia.
Semua mahasiswa berkal budi.
§ Term tengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan.
§ Dari dua premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan.
§ Kalau kedua premis positif, kesimpulan juga positif.
§ Term-term yang mendukung proposisi harus jelas, tidak
mengandung pengertian ganda/menimbulkan keraguan.
Contoh: Semua buku
mempunyai halaman.
Ruas mempunyai buku.
Ruas mempunyai halaman.
§ Dari premis mayor partikular dan premis inor negatif tidak
dapat ditarik kesimpulan.
§ Premis mayor dalam silogisme mungkin berasal dari teori
ilmiah. Penarikan kesimpulan dari teori ini mudah diuji. Tidak jarang permis
mayor berasal dari pendpat umum yang belum dibuktika kebenaranya.
2.
Entimem
Dalam kehidupan sehari-hari, silogisme yang kita temukan
berbentuk entimem, yaitu silogisme yang salah satu premisnya dihilangkan/tidak diucapkan
karen sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu
adalah dosa karena merugiakan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal
menjadi dua
a. Menipu adalah dosa
b. Karena (menipu) merugiakan orang lain
Kalimat a merupakan kesimpulan, kalimat b adalah premis minor
(bersifat khusus) maka silogisme dapat disusun:
Premis mayor : ?
Premis minor :
Menipu merugiakan orang lain.
Kesimpilan :
Menipu adalah dosa.
Dalam kalimat itu, yang dihilangkan adalah premis mayor. Perlu
diingat bahwa premis mayor bersifat umum, jika tidak mungkin subyeknya menipu. Kita
dapat berfikir kembali dan menentukan premis mayornya, yaitu perbuatan yang merugiakan oarang lain dalah
dosa. Entimem juga dapat dibuat dengan menghilangkan premis minor. Misalnya,
perbuatan yang merugian orang lain adalah
dosa, jadi menipu adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari
kesimpulanya. Kata-kata yang menandakan kesimpulan ialah jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah,
cari/tentukan premis yang dihilangkan.
Contoh:
Pada malam hari tidak ada matahari, jadi tidak mungkin
terjadi proses fotosintesis.
Bentuk silogismenya adalah
Premis mayor :
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari.
Premis minor : Pada
malam hari tidak ada matahari.
Kesimpulan : Jadi,
pada malam hari tidak mungkin ada fotosistensis.
Sebaliknya, untuk mengubah silogisme menjadi entimem, cukup
dengan menghilangkan salah satu premisnya.
Contoh:
Premis mayor :
Anak-anak berusia diatas sebelas tahun telah mampu berfikir formal.
Premis minor :
Siswa kelas 6 di Indonesia telah berusia lebih dari sebelah tahun.
Kesimpulan :
Siswa kelas 6 di Indonesia telah mampu berfikir formal.
Entimem dengan penghilangan prenis mayor:
Siswa kelas 6 di
Indonesia telah berumur di atas sebelas tahun, jadi mereka amampu berfikir
formal.
Entnimem dengan menghilangkan premis minor:
Anak-anak yang
berusia di atas sebelas tahun telah mampu berfikir formal, karena itu siswa
kelas 6 di Indonesia mampu berfikir formal.
0 komentar:
Posting Komentar